Jl. Harmonika No. 2 Samarinda

kotasamarinda@kemenag.go.id

  • Baqi Nurul Hakkurahmy, M.Pd, Pengawas Pendidikan Agama Islam
  • 2025-09-22 09:52:33
  • 50

Strategi Inovatif dalam Pendidikan Agama: Kurikulum, Guru, dan Lingkungan Berbasis Literasi Keagamaan

Pendidikan agama merupakan salah satu fondasi penting dalam sistem pendidikan Indonesia. Keberadaannya di sekolah maupun madrasah tidak hanya sebatas memenuhi kewajiban formal dalam kurikulum nasional, tetapi juga berperan dalam membentuk karakter, moralitas, dan nilai-nilai kemanusiaan pada diri peserta didik. Dalam konteks masyarakat yang semakin kompleks, pendidikan agama diharapkan tidak berhenti pada transmisi pengetahuan dogmatis, tetapi juga mendorong lahirnya generasi yang memiliki literasi keagamaan yang baik.

Literasi keagamaan diartikan sebagai kemampuan memahami ajaran agama secara mendalam, kritis, kontekstual, serta dapat mengaitkannya dengan persoalan kehidupan sehari-hari. Hal ini penting mengingat generasi muda saat ini dihadapkan pada berbagai tantangan global, seperti arus informasi yang begitu cepat, penetrasi budaya digital, hingga berkembangnya ideologi-ideologi transnasional yang berpotensi mengikis nilai moderasi beragama. Oleh karena itu, penguatan literasi keagamaan di sekolah dan madrasah merupakan kebutuhan mendesak agar agama tidak hanya dipahami dalam dimensi ritual, melainkan juga sebagai sumber nilai universal yang menuntun kehidupan bersama.

Pendidikan Agama di Sekolah/Madrasah: Fungsi dan Orientasi

Secara normatif, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya. Hal ini menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan pendidikan agama di sekolah umum maupun madrasah. Di sekolah umum, pendidikan agama diberikan sebagai salah satu mata pelajaran wajib yang bertujuan membentuk peserta didik beriman, bertakwa, serta berakhlak mulia. Sementara itu, di madrasah, pendidikan agama memiliki porsi yang lebih besar, bahkan menjadi ciri khas institusi tersebut. Meski berbeda dalam kadar, keduanya memiliki orientasi yang sama, yaitu membentuk pribadi religius, moderat, dan berkarakter.

Namun, dalam praktiknya, pendidikan agama di sekolah/madrasah sering kali menghadapi tantangan. Pertama, kecenderungan pendekatan tekstual yang lebih menekankan hafalan ayat atau doa daripada pemahaman makna dan relevansinya. Kedua, keterbatasan media pembelajaran yang inovatif, sehingga pelajaran agama dipersepsi monoton. Ketiga, minimnya integrasi antara teori keagamaan dengan konteks kehidupan nyata peserta didik. Tantangan inilah yang mendorong lahirnya gagasan literasi keagamaan sebagai paradigma baru dalam pembelajaran agama.

Konsep Literasi Keagamaan dalam Pendidikan Formal

Literasi keagamaan bukan sekadar kemampuan membaca teks-teks agama, melainkan melibatkan empat dimensi utama:

1. Pemahaman Tekstual

Peserta didik mampu membaca, menghafal, dan memahami teks-teks suci serta literatur keagamaan dasar.

2. Pemahaman Kontekstual

Peserta didik dapat menghubungkan ajaran agama dengan konteks sosial, budaya, dan tantangan zaman yang mereka hadapi.

3. Kemampuan Reflektif

Peserta didik diajak untuk melakukan refleksi kritis sehingga nilai-nilai agama tidak hanya dipahami secara literal, tetapi mampu memandu pengambilan keputusan etis dalam kehidupan.

4. Pengamalan Praktis

Literasi keagamaan harus tercermin dalam sikap dan perilaku sehari-hari, baik dalam hubungan dengan Tuhan, sesama manusia, maupun lingkungan.

Prinsip literasi keagamaan ini sejalan dengan firman Allah dalam QS. Al-Mujādilah [58]:11:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَكُمْۚ وَاِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَانْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ ١١

Artinya:

11.  Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Apabila dikatakan, “Berdirilah,” (kamu) berdirilah. Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.

Ayat ini menegaskan bahwa menuntut ilmu, termasuk ilmu agama, merupakan sarana untuk meningkatkan derajat manusia. Dengan demikian, literasi keagamaan menjadi sarana strategis untuk menguatkan karakter peserta didik, membangun sikap toleran, serta menumbuhkan kesadaran bahwa agama bukan sekadar identitas formal, melainkan sumber inspirasi kehidupan bersama.

Aspek-Aspek Pelaksanaan Pendidikan Agama dan Literasi Keagamaan

1. Kurikulum dan Struktur Pembelajaran

Kurikulum pendidikan agama di sekolah/madrasah perlu didesain untuk mendorong literasi keagamaan. Bukan hanya memuat doktrin, melainkan juga menekankan pada aspek pemahaman kritis, interpretasi kontekstual, serta keterampilan sosial keagamaan.

Penelitian Windy Dian Sari dalam artikelnya Religious Literacy in the PAI Curriculum in Madrasah menyebutkan bahwa kurikulum PAI harus diarahkan pada literasi keagamaan agar peserta didik tidak terjebak pada krisis konseptual. Kurikulum berbasis literasi keagamaan juga menekankan integrasi nilai-nilai agama dengan tantangan kehidupan kontemporer, misalnya isu lingkungan, pluralitas, hingga perkembangan teknologi.[1]

2. Metode dan Media Pembelajaran

Metode pembelajaran agama yang hanya berpusat pada ceramah sudah tidak relevan. Guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran berbasis diskusi, studi kasus, simulasi, project-based learning, hingga pemanfaatan teknologi digital.

Zarkasi dkk. dalam penelitiannya Learning Al-Qur’an Hadith Using Study Tours menunjukkan bahwa metode kreatif seperti studi wisata mampu meningkatkan pemahaman siswa tentang Al-Qur’an dan hadis sekaligus menumbuhkan sikap moderasi beragama. Ini membuktikan bahwa metode inovatif dapat menghubungkan literasi keagamaan dengan pengalaman nyata peserta didik.[2]

3. Kompetensi Guru Agama

Guru adalah aktor utama dalam penguatan literasi keagamaan. Tidak cukup hanya menguasai materi agama, guru juga harus memiliki kompetensi pedagogis, metodologis, serta kemampuan literasi digital. Pada sebuah penelitian yang dilaksanakan Lia Sawitri menekankan bahwa guru PAI di SMPN 2 Mentaya Hulu berperan besar dalam menguatkan literasi keagamaan melalui pendekatan persuasif, pembiasaan, serta pengintegrasian nilai agama dalam kehidupan sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa guru harus mampu menjadi teladan sekaligus fasilitator bagi tumbuhnya literasi keagamaan peserta didik.[3]

4. Sistem Evaluasi

Evaluasi dalam pendidikan agama seharusnya tidak semata-mata menekankan aspek kognitif, seperti hafalan ayat, doa, atau penguasaan teori, tetapi juga mencakup dimensi afektif (sikap, akhlak, nilai-nilai religius) dan psikomotorik (praktik ibadah serta pengamalan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari). Dengan demikian, penilaian tidak hanya sebatas angka, tetapi lebih pada sejauh mana peserta didik mampu merefleksikan dan menginternalisasi nilai agama dalam perilakunya.

5. Lingkungan Sekolah/Madrasah

Lingkungan pendidikan memiliki kontribusi besar dalam pembentukan literasi keagamaan. Sekolah atau madrasah yang membangun budaya religius—seperti pembiasaan doa, tadarus Al-Qur’an, perayaan hari besar agama, dan praktik moderasi—akan memperkuat internalisasi nilai agama.

Muhammad Fatchur Rochim dkk. menekankan pentingnya integrasi madrasah diniyah dalam sekolah dasar untuk memperkuat moderasi beragama. Ini menunjukkan bahwa lingkungan yang mendukung nilai keagamaan akan memperluas ruang literasi peserta didik, baik di dalam maupun di luar kelas.[4]

Tantangan dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama

Meski memiliki potensi besar, implementasi pendidikan agama di sekolah/madrasah menghadapi sejumlah tantangan serius:

  1. Keterbatasan Kurikulum yang masih lebih menekankan aspek kognitif dan hafalan ketimbang pemahaman mendalam.
  2. Kompetensi Guru yang Beragam, sehingga tidak semua mampu mengintegrasikan literasi keagamaan dalam pembelajaran.
  3. Minimnya Sumber Belajar inovatif, terutama media digital dan literatur yang sesuai dengan perkembangan zaman.
  4. Waktu Pembelajaran yang Terbatas pada sekolah umum, sehingga pelajaran agama sering terkesan sekadar pelengkap.
  5. Kurangnya Dukungan Kelembagaan, misalnya keterbatasan program pelatihan guru atau minimnya fasilitas penunjang kegiatan keagamaan.

Tantangan-tantangan ini perlu diatasi melalui kebijakan pemerintah, inovasi guru, serta kolaborasi dengan masyarakat.

Strategi Penguatan Literasi Keagamaan

Berbagai penelitian merekomendasikan sejumlah strategi penguatan literasi keagamaan di sekolah/madrasah, di antaranya:

  1. Reformasi Kurikulum pendidikan agama agar lebih menekankan pada pemahaman kontekstual dan integratif.
  2. Pelatihan Guru secara berkelanjutan untuk meningkatkan kompetensi pedagogis dan literasi digital.
  3. Penggunaan Teknologi seperti e-learning, aplikasi Al-Qur’an digital, atau video interaktif untuk memperkaya pembelajaran.
  4. Kegiatan Ekstrakurikuler bernuansa keagamaan yang dirancang kreatif dan inklusif, misalnya kajian tematik, lomba literasi keagamaan, dan praktik sosial berbasis nilai agama.
  5. Evaluasi Menyeluruh yang tidak hanya mengukur kognitif, tetapi juga sikap, karakter, dan praktik keagamaan siswa.
  6. Membangun Budaya Sekolah Religius dengan menekankan moderasi, toleransi, serta pengamalan nilai agama dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan agama di sekolah dan madrasah memegang peran strategis dalam membentuk generasi religius, berkarakter, dan moderat. Namun, keberhasilan pendidikan agama tidak cukup diukur dari aspek kognitif semata. Penguatan literasi keagamaan merupakan jalan menuju pendidikan agama yang lebih bermakna, kontekstual, dan aplikatif. Aspek kurikulum, metode pembelajaran, kompetensi guru, evaluasi, serta budaya sekolah harus saling mendukung dalam mewujudkan literasi keagamaan. Tantangan yang ada menuntut inovasi, kolaborasi, dan keseriusan dari semua pihak, baik pemerintah, sekolah, guru, maupun masyarakat. Dengan literasi keagamaan yang kuat, peserta didik tidak hanya mampu memahami agamanya secara benar, tetapi juga mampu hidup harmonis di tengah masyarakat yang majemuk. Dengan demikian, pendidikan agama di sekolah/madrasah bukan hanya sarana transmisi doktrin, melainkan juga wahana pembentukan pribadi religius, kritis, moderat dan siap menghadapi tantangan global.


[1] Windy Dian Sari, “Religious Literacy In The PAI Curriculum In Madrasah,” Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam 12, no. 04 (2023), https://doi.org/10.30868/ei.v12i04.5240.

[2] Zarkasi et al., “Learning Al-Qur’an Hadith Using Study Tours to Improve Religious Moderation Attitudes and Socio-Cultural Literacy of Madrasah Aliyah Students,” Jurnal Pendidikan Agama Islam 21, no. 2 (2024): 461–76, https://doi.org/10.14421/jpai.v21i2.8744.

[3] Lia Sawitri, “Upaya Guru PAIDalam Menguatkan Pemahaman Literasi Keagamaan Pada Peserta Didik Di SMPN 2 Mentaya Hulu,” Jurnal Pendidikan Islam Al-Affan 5, no. 1 (2024): 327–46.

[4] Muhammad Fatchur Rochim, Siti Khumairotul Lutfiyah, and Iksan Kamil Sahri, “Integration of Madrasah Diniyah As Strengthening Religious Moderation in Elementary School,” AULADUNA: Jurnal Pendidikan Dasar Islam 11, no. 2 (2024): 133–48, https://doi.org/10.24252/auladuna.v11i2a3.2024.

Alamat

  • Jl. Harmonika no. 2 Samarinda
  • (0541) 743736
  • 082191575187
  • kotasamarinda@kemenag.go.id
  • Senin - Jum'at: 08:00 - 15:30