Jl. Harmonika No. 2 Samarinda

kotasamarinda@kemenag.go.id

  • Baqi Nurul Hakkurahmy, M.Pd, Pengawas PAI Kantor Kemenag Kota Samarinda
  • 2025-09-18 14:21:22
  • 68

KH. Wahid Hasyim: Ulama Visioner, Pendidik Inklusif, Negarawan Religius

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang telah menghadirkan para teladan sepanjang sejarah. Mereka adalah orang-orang yang tidak hanya menorehkan ilmu, tetapi juga meninggalkan keteladanan akhlak, keberanian, dan pengabdian yang abadi. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, sang pendidik agung yang membawa cahaya Islam ke seluruh penjuru dunia.

Dalam perjalanan bangsa Indonesia, kita mengenal banyak figur yang berjuang di bidang politik, pendidikan, maupun agama. Namun, tidak semua tokoh memperoleh sorotan yang seimbang sesuai kontribusinya. Salah satu figur besar yang terkadang kurang dikenal generasi muda adalah KH. Abdul Wahid Hasyim (1914–1953). Beliau bukan hanya ulama, tetapi juga seorang pendidik progresif dan negarawan religius yang meletakkan fondasi penting bagi kehidupan beragama dan pendidikan di Indonesia.

KH. Wahid Hasyim lahir di Jombang pada 1 Juni 1914. Beliau adalah putra dari KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama sekaligus ulama karismatik pesantren Tebuireng. Sejak kecil, Wahid Hasyim ditempa dalam lingkungan pesantren yang disiplin dan sarat ilmu agama. Namun, kecerdasan dan rasa ingin tahunya mendorongnya melangkah lebih jauh daripada sekadar tradisi pesantren klasik.

Pada usia 15 tahun, Wahid Hasyim berangkat ke Makkah untuk menimba ilmu. Di sana, ia tidak hanya memperdalam tafsir, hadis, dan fiqih, tetapi juga menguasai bahasa asing seperti Arab, Inggris, dan Belanda. Menurut catatan Jurnal Pendidikan Islam (Amirudin, 2018), pengalaman internasional ini membentuk pandangan Wahid Hasyim yang terbuka: ia menyadari pentingnya menghubungkan ilmu agama dengan pengetahuan modern. Sepulangnya dari Makkah, Wahid Hasyim terjun aktif di Tebuireng. Di pesantren inilah gagasan besarnya tentang pendidikan lahir dan membentuk warisan panjang bagi bangsa Indonesia.

Pemikiran dan Konsep Pendidikan Islam Visioner

1. Integrasi Kurikulum Agama dan Umum

Wahid Hasyim memperjuangkan agar pendidikan Islam tidak hanya terbatas pada ilmu-ilmu agama klasik, tetapi juga memasukkan ilmu umum (sekolah/sekolah madrasah). Jurnal KH. Abdul Wahid Hasyim’s Paradigm on Freedom of Learning in Madrasa menyebut bahwa beliau menawarkan kurikulum campuran antara mata pelajaran agama dan umum, agar peserta didik mampu bersaing secara intelektual di masa depan.[1]

2. Metodologi Pengajaran yang Lebih Aktif

Beliau mendukung metode pembelajaran tutorial, bukan hanya metode teacher-centered yang dominan di pesantren tradisional. Beliau menginginkan santri aktif, kreatif, dan tidak pasif menerima ilmu.

3. Pendidikan Kebangsaan di Pesantren

Dalam jurnal Pendidikan Kebangsaan Dalam Pesantren Perspektif Abdul Wahid Hasyim (Ulumuddin), digambarkan bahwa Wahid Hasyim mengembangkan pendidikan kebangsaan dalam konteks pesantren: bahasa asing dan bahasa Indonesia dikuasai, budaya lokal tetap dihargai, serta semangat persatuan.

4. Pendidikan Holistik

Beliau melihat pendidikan Islam sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan: aspek spiritual, intelektual, emosional, dan fisik. Dalam penelitian Pendidikan Holistik Islam Perspektif KH. Abdul Wahid Hasyim dijelaskan bahwa beliau menekankan pembangunan individu secara menyeluruh bukan hanya pengajaran kitab atau ibadah saja.[2]

5. Reformasi Pesantren

Pengembangan institusi pesantren agar lebih fungsional, terbuka terhadap tuntutan zaman, dan mampu memberikan manfaat tidak hanya untuk santri tapi juga masyarakat luas. Termasuk pembaruan kurikulum, diversifikasi kegiatan, serta pengembangan sumber daya manusia (guru, pengajar pesantren).[3]

Kiprah dalam Bidang Keagamaan dan Kebangsaan

Selain pendidik, KH. Wahid Hasyim juga seorang negarawan. Ia dipercaya menjabat sebagai Menteri Agama RI (1949–1952) pada usia yang relatif muda. Dalam posisinya, beliau memperjuangkan sejumlah kebijakan penting yang hingga kini menjadi pijakan bangsa.

1. Pendidikan agama di sekolah umum

Salah satu warisan terpenting dari KH. Wahid Hasyim adalah diperjuangkannya mata pelajaran agama untuk dimasukkan secara resmi ke sekolah-sekolah negeri. Sebelum masa kepemimpinannya, pendidikan agama belum mendapat perhatian yang memadai dari pemerintah. Dengan langkah ini, Wahid Hasyim menegaskan bahwa pendidikan nasional tidak hanya membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan umum, tetapi juga dengan akhlak, moral, dan spiritualitas.

Kebijakan ini menjadi tonggak lahirnya sistem pendidikan nasional yang menyeimbangkan antara kecerdasan intelektual dengan kekuatan iman dan takwa. Hingga kini, pelajaran agama tetap menjadi bagian penting dalam kurikulum pendidikan Indonesia, sebagai wujud komitmen bangsa untuk melahirkan generasi yang cerdas sekaligus bermoral.

Hal ini sejalan dengan perintah Al-Qur’an Surah At-Tahrim ayat 6

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ ٦

Artinya:

6.  Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

2. Peran dalam perumusan dasar negara

Wahid Hasyim termasuk tokoh NU yang terlibat dalam perdebatan Piagam Jakarta. Ia berperan sebagai penengah, menjaga agar aspirasi Islam tetap dihargai, namun persatuan bangsa juga terjaga. Sikap moderat ini memperlihatkan bahwa Islam dan kebangsaan bukanlah lawan, melainkan dua hal yang bisa bersinergi.

3. Penguatan lembaga Kementerian Agama

Ia menata kelembagaan Kemenag agar berfungsi bukan hanya administratif, tetapi juga sebagai pengawal moral bangsa.  Contoh nyata kontribusi: hingga kini, Kementerian Agama RI menjadi institusi yang menjaga keharmonisan kehidupan beragama di Indonesia, berawal dari fondasi yang diperkuat oleh KH. Wahid Hasyim.

 

Keteladanan dan Pemikiran

KH. Wahid Hasyim adalah contoh ulama yang sederhana, bersahaja, namun berwawasan luas. Gagasan-gagasannya menunjukkan bahwa Islam bukanlah penghalang modernitas, melainkan pendorong kemajuan.

Contoh nyata kontribusi:

1.     Kecintaannya pada bahasa asing ia wujudkan dengan mendorong santri mempelajarinya, agar bisa mengakses ilmu global.

2.     Ketegasannya dalam menjaga pendidikan agama di sekolah umum tetap berlaku hingga saat ini.

Inspirasi untuk Generasi Kini

KH. Wahid Hasyim wafat dalam usia yang relatif muda, 39 tahun, akibat kecelakaan lalu lintas pada 18 April 1953. Namun, usianya yang singkat tidak mengurangi besarnya warisan yang ia tinggalkan. Hingga kini, namanya diabadikan sebagai nama universitas, jalan, hingga madrasah.

Dari sosok Wahid Hasyim, generasi muda dapat belajar beberapa hal penting:

  1. Integritas dan keikhlasan – berjuang bukan untuk popularitas, tetapi untuk maslahat umat.
  2. Keberanian berijtihad – membuka diri terhadap perubahan tanpa meninggalkan prinsip agama.
  3. Pendidikan sebagai fondasi bangsa – keyakinan bahwa masa depan bangsa ditentukan oleh kualitas pendidikan yang religius dan berkarakter.

Dengan meneladani semangat beliau, generasi kini dapat membangun masyarakat yang religius, berilmu, dan berkarakter—sesuai visi pendidikan Islam di Indonesia.

KH. Wahid Hasyim adalah teladan ulama visioner, pendidik inklusif, dan negarawan religius. Ia membuktikan bahwa peran ulama tidak hanya di mimbar pesantren, tetapi juga dalam membangun bangsa. Kontribusinya pada pendidikan agama di sekolah, modernisasi pesantren, serta perjuangannya di Kementerian Agama adalah warisan besar yang tetap hidup hingga kini. Keteladanan KH. Wahid Hasyim mengajarkan bahwa ketakwaan harus diwujudkan dalam karya nyata, memberi manfaat bagi umat, bangsa, dan peradaban.



[1] Azis Azis, “KH. Abdul Wahid Hasyim’s Paradigm on Freedom of Learning in Madrasa,” Journal of Islamic History 3, no. 1 (2023): 1–16, https://doi.org/10.53088/jih.v3i1.613.

[2] Muti’ah Fadillah and Resti Okvani Kartika, “Pendidikan Holistik Islam Perspektif KH. Abdul Wahid Hasyim,” Bustanul Ulum Journal of Islamic Education 2, no. 1 (2024): 53–73, https://doi.org/10.62448/bujie.v2i1.62.

[3] Umiarso El-Rumi and Asnawan Asnawan, “KH. ABDUL WAHID HASYIM PEMBARU PESANTREN Dari Reformasi Kurikulum, Pengajaran Hingga Pendidikan Islam Progresif,” Edukasia : Jurnal Penelitian Pendidikan Islam 13, no. 1 (2018): 431–54, https://doi.org/10.21043/edukasia.v13i2.3960.

Alamat

  • Jl. Harmonika no. 2 Samarinda
  • (0541) 743736
  • 082191575187
  • kotasamarinda@kemenag.go.id
  • Senin - Jum'at: 08:00 - 15:30