Tulisan ini hendak
merefleksikan panggilan dan pilihan menjadi seorang Aparatur Sipil Negara (ASN)
dan secara khusus panggilan dan pilihan saya sebagai Penyuluh Agama. Dengan
menyadari panggilan dan pilihan secara sadar sebagai ASN maka panggilan dan pilihan
ini merupakan sebuah tugas dan tanggung jawab sebagai seorang ASN yang berpijak
pada dua kaki pijakan yang satu kepada Negara dan yang satunya kepada Allah. Sebagai
ASN saya menyadari bahwa tulisan ini adalah suatu semboyan atau semangat yang
harus dihidupi oleh seorang ASN. Maka semboyan ini terkandung makna dan pesan
moral yang sangat mendalam. Hal ini mau menunjukkan suatu semangat hidup yang
dapat diaktualisasikan dalam peran ASN yang berjalan seimbang yakni keseimbangan
antara kewajiban spiritual kepada Allah dan kewajiban sosial yang diemban oleh
ASN kepada negara.
Dalam konteks Aparatur Sipil Negara
(ASN) maupun pegawai publik, tulisan ini sangat relevan untuk meneguhkan
integritas, profesionalisme, dan loyalitas dalam menjalankan tugas jabatannya
sebagai ASN yang Ber-AKHLAK sebagaimana hal ini ditegaskan oleh Ibu Rahmi
Kasubag Kemenag Kota Samarinda kepada ASN Kemenag pada amanat apel pagi di
halaman kemenag Selasa, 16 September 2025 yang lalu.
Bagaimana seorang ASN
melaksanakan sinergisitas kewajibannya kepada negara dan kepada Allah? Setiap
warga negara memiliki tanggung jawab terhadap negaranya. Bagi ASN, tanggung
jawab tersebut memiliki bobot yang lebih besar karena ia merupakan pelayan
publik, abdi negara, sekaligus penggerak birokrasi pemerintahan. Tugas dan
tanggung jawab jabatannya bukan sekadar rutinitas administratif, melainkan
wujud pengabdian kepada negara. Ijinkan saya dengan mengutip ayat Kitab Suci
Agama Katolik khususnya dalam Injil Matius 22:21, Yesus sendiri menegaskan, “Berikanlah
kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa
yang wajib kamu berikan kepada Allah.” Amanat ini mau menegaskan bahwa ada
ruang untuk kewajiban sosial kepada pemerintah yang sah, dan ada ruang untuk
kewajiban spiritual kepada Allah yang wajib dilakukan oleh ASN. Memberikan
kepada negara apa yang wajib diberikan berarti menunaikan tugas dan tanggung
jawab jabatan dengan penuh dedikasi, disiplin, dan integritas. Dengan melaksanakan
pelayanan publik secara cepat, tepat, transparan, dan akuntabel adalah
perwujudan menunaikan tugas dan tanggung jawab seorang ASN. Maka Ia dituntut
untuk bekerja dengan jujur, bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme,
serta selalu mengedepankan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi atau
golongan.
Seorang tokoh besar bapa bangsa
Indonesia yakni Bapak Ir. Soekarno, pernah berkata: “Jangan sekali-kali
melupakan jasa pahlawan.” Perkataan beliau mau menegaskan bahwa pengabdian
kepada negara adalah bentuk penghormatan terhadap perjuangan generasi
sebelumnya dan sekaligus wujud tanggung jawab untuk masa depan. Di sisi lain,
sebagai manusia beriman, setiap individu memiliki kewajiban utama kepada Allah.
Kewajiban ini meliputi melaksanakan ibadah sesuai ajaran agama masing-masing,
menjauhi larangan, serta menegakkan nilai-nilai moral dan etika.
Dengan mengutip ayat Kitab
Suci Agama katolik tentang apa yang dikatakan Rasul Paulus kepada jemaat di Kolose
3:23 mengatakan bahwa: “Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan
segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Perkataan
Rasul Paulus ini menekankan bahwa dalam bekerja dan melayani, ASN hendaknya
meniatkan semuanya sebagai ibadah kepada Allah. Kewajiban spiritual ini menjadi
landasan moral bagi ASN untuk tetap teguh meskipun menghadapi godaan atau
tantangan dalam pekerjaan. Ketika seseorang menunaikan kewajibannya kepada
Allah dengan baik, ia akan lebih mudah menunaikan kewajibannya kepada negara
karena hatinya bersih, pikirannya jernih, dan tindakannya terarah pada
kebaikan. Tokoh Kristen modern, Billy Graham, pernah berkata: “Ketika kita
bekerja, kita bekerja untuk Tuhan. Maka, jangan pernah meremehkan tugas yang
tampak kecil, sebab di mata Tuhan itu bernilai besar.” Ungkapan ini
mengingatkan ASN bahwa setiap tanggung jawab, besar atau kecil, tetaplah
berharga bila dilakukan dengan tulus.
Kewajiban kepada negara dan
kepada Allah bukanlah dua hal yang saling bertentangan, melainkan saling
melengkapi. ASN yang taat kepada Allah akan berupaya menunaikan tugas dan
tanggung jawab jabatannya secara jujur dan adil. Sebaliknya, ASN yang
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya kepada negara dengan baik sejatinya
juga sedang beribadah kepada Allah, karena ia menebarkan manfaat bagi
masyarakat luas. Presiden kedua RI, Bapak Soeharto, pernah mengingatkan bahwa: “Negara
ini tidak akan kuat hanya dengan senjata, tetapi dengan moral dan iman
rakyatnya.” Ungkapan ini menggarisbawahi betapa pentingnya sinergisitas
antara kewajiban spiritual dan tanggung jawab kenegaraan.
Dengan demikian, menjalankan
kewajiban kepada negara dan kepada Allah bagaikan dua sisi mata uang bagi ASN.
Sebagai ASN tugas dan kewajiban yang diembannya adalah tugas panggilan untuk
menjadi abdi negara yang tidak hanya profesional, tetapi juga beriman; tidak
hanya bekerja demi gaji, tetapi juga sebagai ibadahnya kepada Tuhan. ASN memiliki tugas utama untuk mengabdi,
melayani masyarakat, melaksanakan kebijakan publik, serta menjaga persatuan
bangsa. Semua itu merupakan wujud tanggung jawab profesional sekaligus bentuk
loyalitas terhadap konstitusi dan NKRI. Sebagai insan beriman, ASN juga
dituntut untuk menjalankan kewajiban spiritual yakni beribadah, menjaga
moralitas, menegakkan kejujuran, dan bekerja dengan penuh integritas. Setiap
pengabdian kepada negara sejatinya juga dipandang sebagai ibadah kepada Allah.
Seperti halnya uang yang memiliki dua sisi tetapi tetap satu nilai, demikian
juga tugas ASN kepada negara dan kepada Allah: Bila ASN bekerja dengan baik,
jujur, melayani rakyat, itu sekaligus menjadi ibadah kepada Allah. Bila ASN
beribadah dengan benar, hal itu menumbuhkan akhlak mulia yang tercermin dalam
kinerja dan pelayanan kepada negara.